Penggunaan Kata Pribumi Sudah Dilarang di Era Presiden Habibie

Penggunaan Kata Pribumi Sudah Dilarang di Era Presiden Habibie

Suara.com - Pidato pertama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyinggung istilah pribumi dinilai bernada rasis. Sebenarnya istilah pribumi sudah dilarang diucapkan oleh pejabat negara di era BJ Habibie menjadi presiden di tahun 1998.

Ucapan soal pribumi itu disampaikan Anies di Balai Kota Jakarta, Senin (16/10/2017). Berikut penggalan penyataan Anies yang dinilai rasis:

Jakarta juga memiliki makna pentingnya dalam kehidupan berbangsa. Di kota ini, tekad satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa persatuan ditegakkan oleh para pemuda. Di kota ini pula bendera pusaka dikibartinggikan, tekad menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat diproklamirkan ke seluruh dunia. Jakarta adalah satu dari sedikit tempat di Indonesia yang merasakan hadirnya penjajah dalam kehidupan sehari-hari selama berabad-abad lamanya. Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Habibie pernah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang menghentikan penggunaan istilah pribumi dan non pribumi.

Pertimbangan Habibie saat itu untuk lebih meningkatkan perwujudan persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, persamaan hak atas pekerjaan dan penghidupan, hak dan kewajiban warga negara, dan perlindungan hak asasi manusia, serta lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dipandang perlu memberi arahan bagi upaya pelaksanaannya.

Di tahun 1998 terjadi pergantian kekuasaan dengan pengunduran diri Soeharto. Sebelum itu terjadi, di sejumlah daerah terjadi kerusuhan hebat. Isu SARA pun merebak dengan penyebaran kebencian terhadap warga keturunan Cina. Saat itu istilah pribumi dan non pribumi muncul.

Inpres itu menyasar pada menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

Instruksi itu di antaranya:

Pertama, menghentikan penggunaan istilah pribumi dan non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.

Kedua, memberikan perlakuan dan layanan yang sama kepada seluruh warga negara Indonesia dalam penyelenggaraan layanan pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan, dan meniadakan pembedaan dalam segala bentuk, sifat serta tingkatan kepada warga negara Indonesia baik atas dasar suku, agama, ras maupun asal-usul dalam penyelenggaraan layanan tersebut.

Ketiga, meninjau kembali dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang selama ini telah ditetapkan dan dilaksanakan, termasuk antara lain dalam pemberian layanan perizinan usaha, keuangan/perbankan, kependudukan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan penentuan gaji atau penghasilan dan hak-hak pekerja lainnya, sesuai dengan Instruksi Presiden ini.

Kelima, Para Menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II melakukan pembinaan dalam sektor dan wilayah masing-masing terhadap pelaksanaan Instruksi Presiden ini di kalangan dunia usaha dan masyarakat yang menyelenggarakan kegiatas atas dasar perizinan yang diberikan atas dasar kewenangan yang dimilikinya.

Keenam, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan mengkoordinasi pelaksanaan instruksi ini dikalangan para Menteri dan pejabat-pejabat lainnya yang disebut dalam Instruksi Presiden ini.

Instruksi Presiden itu mulai berlaku 16 September 1998.

قالب وردپرس

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penggunaan Kata Pribumi Sudah Dilarang di Era Presiden Habibie"

Posting Komentar