Kisah Mata Hari, Si Penari Eksotis Berjuluk “The Greatest Woman Spy” yang Bernasib Tragis

Kisah Mata Hari, Si Penari Eksotis Berjuluk “The Greatest Woman Spy” yang Bernasib Tragis

TRIBUNNEWS.COM - Bagi para pembaca karya sastra Indonesia, Mata Hari mungkin bukan nama yang asing.

Sastrawan Remy Silado secara khusus memfiksikan kisah dramatis Mata Hari secara berseri di Harian Kompasâ€"yang kemudian dibukukan dalam judul Namaku Mata Hari.

Ia merupakan penari yang juga terkenal sebagai mata-mata perempuan terbesar selama Perang Dunia I.

Mata Hari lahir di Belanda pada 1876 dengan nama Margaretha Geertruida Zella. Ia menikah dengan seorang kapten tentara kolonial Belandaâ€"akrab disebut KNILâ€"ketika berusia 18 tahun.

Pada 1897, ia ikut pindah suaminya ke Pulau Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Di sana mereka memiliki dua orang anak.

Dalam novel Namaku Mata Hari, suami Zelle digambarkan sebagai sebagai pemabuk kelas kakap, yang kasar dan pemarah.

Kondisi ini membuatnya tidak bahagia. Untuk mengalihkan pederitaannya, Zelle menyibukkan diri dengan belajar kebudayaan Jawa, termasuk tari.

Semakin lama, pernikahan Zelle semakin memburuk, dan setelah kembali dari Belanda, pasangan ini memutuskan berpisah pada 1902.

Zelle pindah ke Paris. Di sana ia bekerja di sebuah rumah sirkus, ia juga menjadi model dan penari eksotis, dan membuat nama panggung: Mata Hari.

Nama Mata Hariâ€"mengacu pada istilah Melayu yang berarti Matahariâ€"diambil untuk merepresentasikan kehidupannya yang rumit.

Dalam waktu sekejap, Mata Hari telah menjadi bintang, ia banyak bertemu dengan orang-orang penting di negara itu dan seluruh Eropa.

 

قالب وردپرس

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Mata Hari, Si Penari Eksotis Berjuluk “The Greatest Woman Spy” yang Bernasib Tragis"

Posting Komentar