Ekonom: BUMN yang Merugi Harus Diaudit
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menyatakan, penjaminan utang dan pelaksanaan proyek Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) tidak memberatkan ruang fiskal.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengklaim, risiko fiskal dari utang BUMN relatif kecil.
Ia mengatakan, risikonya hanya sekitar maksimum 6% dari PDB. Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, apabila diukur hanya menggunakan rasio utang BUMN terhadap PDB, tidak bisa menggambarkan kondisi secara utuh.
Menurutnya, perlu dihitung debt to service ratio utang dari BUMN .
âPerlu dihitung misalnya debt to service ratio utang BUMN yang makin membesar menandakan kemampuan arus kas bersih perusahaan dalam membayar kewajiban pinjaman jangka pendek terus menurun,â kata Bhima kepada KONTAN, Minggu (8/10/2017).
Ia melanjutkan, hal ini belum lagi ditambah dengan risiko fluktuasi nilai tukar rupiah yang membuat utang BUMN yang bentuknya valas seperti global bond menjadi semakin tinggi risikonya.
Jika risiko itu tidak segera dimitigasi kreditur akan meminta bunga utang yang lebih tinggi.
âSaran saya kementerian BUMN bersama dengan BPK perlu audit ulang kinerja utang BUMN khususnya yang sedang merugi akibat penugasan pemerintah,â ujarnya.
Bhima mengatakan, DSR dari PLN misalnya, sudah dibawah 1.
Padahal, perjanjian kontrak dengan kreditur, DSR-nya di atas 1.5, âJadi ada pelanggaran resiko utang yang dilakukan PLN. Wajar Menteri Keuangan cemas,â ucapnya.
0 Response to "Ekonom: BUMN yang Merugi Harus Diaudit"
Posting Komentar