Novel Baswedan dan Harapan Mata yang Memerah

Novel Baswedan dan Harapan Mata yang Memerah

Suara.com - Tidak ada yang tampak berubah dari sosok Novel Baswedan saat ditemui pekan lalu di Singapura. Dia tetap beraktivitas normal, termasuk dengan melaksanakan salat lima waktu berjemaah di masjid, tutur katanya tetap wajar terukur.

Satu-satunya perubahan yang terlihat adalah mata kiri Novel, yang yang tidak dapat merespons dengan lawan bicara karena mengalami kerusakan parah akibat serangan air keras. Sedangkan mata kanannya masih tampak memerah meski secara perlahan dapat kembali berfungsi.

"Memangnya mau tanya apa sih?" tanya Novel saat ditemui Antara di Singapura, Selasa (15/8) atau 2 hari menjelang operasi besar di mata kirinya.

Setelah bernegosiasi sedikit mengenai daftar pertanyaan, Novel akhirnya bersedia untuk diwawancara. Pembicaraan pertama adalah mengenai operasi yang dia lakukan pada tanggal 17 Agustus 2017.

Operasi yang menurut Novel disebut operasi artifisial itu adalah, operasi besar tahap pertama yang dikerjakan oleh empat orang dokter ahli mata dan gigi di salah satu rumah sakit di Singapura. Dari keempat dokter itu, ada dua orang adalah profesor di bidang retina dan mata yang terdampak zat kimia.

Operasi dimulai dengan pembersihan mata dari katarak dan menyedot cairan glukoma di bola mata kiri. Selanjutnya, dokter mencabut dan meleburkan satu gigi yang paling kuat, yaitu gigi taring, kemudian memotong dan mencabut gusi yang akan digunakan melapisi mata.

Tahap selanjutnya, dokter membuat retina artifisial dari gigi yang tersebut menjadi "ring". Pelapis retina artifisial itu juga berasal dari kulit gigi. Namun, retina artifisial tersebut tidak langsung dipasang di mata. Akan tetapi, ditanam dahulu di dalam pipi selama 2 bulan untuk menjadi retina baru.

Baru pada operasi besar tahap kedua yang diperikirakan dilakukan 2 bulan mendatang, retina artifisial itu dicabut dari pipi, kemudian ditanam ke dalam bola mata kiri Novel.

"Satu-satunya jalan agar bisa mata kiri saya bisa melihat adalah dengan cara operasi ini. Operasi ini tentu membuat mata kiri saya terlihat berbeda warnanya. Warnanya seperti merah dan bagian hitamnya menjadi lebih kecil, harapan dokter fungsi penglihatan saya bisa kembali," kata Novel tenang.

Ketenangan Novel adalah salah satu kunci agar operasi tersebut berjalan lancar. Apalagi, operasi ini menurut abang Noval, Taufik Baswedan, adalah operasi pertama yang dilakukan di rumah sakit tersebut.

"Memang perlu ketenangan hati karena di operasi ini cabut sana cabut sini, pasang sana pasaing sini. Akan tetapi, Novel orangnya memang tenang, dia dari dahulu sabar dan tidak pernah mengeluh," kata Taufik, Kamis (17/8), saat menunggu operasi Novel.

Sebelum operasi, Novel beraktivitas secara normal, apalagi dokter merekomendasikan aktivitas fisik agar tubuhnya dapat fit. Memang obat-obat yang diberikan oleh dokter saat dia berada di rumah sakit Singapura sejak 12 April 2017 hingga Juli lalu tidak terlalu berdampak baik untuk tubuhnya. Bahkan, dia sempat kehilangan nafsu makan di RS.

Harapan terhadap Kasus Pada H-3 operasi (14/8), Novel juga menjalani pemeriksaan saksi korban di KBRI Singapura. Dia memberikan keterangan kepada penyidik dari Tim Polda Metro Jaya mengenai kejadian penyerangan pada tanggal 11 April 2017 di depan Masjid Al-Ihsan, dekat rumahnya seusai Novel melaksanakan Salat Subuh.

Tim Polda Metro yang datang antara lain ialah, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono, dan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Kombes Rudy Heriyanto Adi Nugroho.

Selain itu, datang  pula Kasubdit Jatanras Ditreskrimum AKBP Hendy Febrianto Kurniawan yang juga mantan penyidik KPK; Kasubdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum AKBP Dedy Murti; Kasat Harta Benda (Harda) AKBP Nuredy Irwansyah Putra; dan, Kanit 1 Kamneg Polda Metro Jaya Kompol Raindra Ramadhan Syah.

Selanjutnya ialah Kanit 2 Kamneg Kompol Fadilah, serta Atase Polri Singapura Kombes Hirbak Wahyu Setiawan juga ikut mendampingi rombongan.

Novel didampingi oleh Tim Biro Hukum KPK serta penasihat hukumnya dan tidak ketinggalan dua orang pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.

Meski Novel akhirnya di-BAP atau keterangannya dicatat di berita acara pemeriksaan, dia sempat mengungkapkan kritiknya terhadap tim penyidik tersebut karena dirinya tidak pernah mendapat surat panggilan para penyidik. Para penyidik pun menurut Novel belum mendapat izin dari petugas KPK maupun dokter yang memeriksanya.

Kritik lain adalah sejumlah saksi penting dalam perkara itu dipublikasikan dan para penyidik pun terburu-buru mengambil kesimpulan.

"Kalau kemudian ternyata kesimpulan itu salah, saya khawatir penyidik akan bertahan pada kesimpulan yang salah tadi, atau jangan-jangan bisa jadi ada orang yang memanfaatkan penyidik untuk menutupi fakta-fakta dengan berkesimpulan yang salah. Saya kira itu tidak baik," ungkap Novel.

Apalagi, menurut Novel, para penyidik yang menangani kasusnya adalah penyidik baru yang ikut di tengah-tengah kasus berjalan.

"Saya tahu (mereka baru) ketika saya melihat surat-surat yang ada. Kedua, saya tahu karena saya bertanya kepada yang bersangkutan. Perubahan tim akan menyulitkan (pengusutan kasus). Saya sampaikan juga agar penyidik ini berhubungan dengan keluarga saya dengan intens walaupun saya menyadari setiap laporan perkembangan penyidikan tidak pernah diberi kepada keluarga saya sampai sekarang. Yang diberi adalah tetangga saya," kata Novel.

Novel juga mengaku tidak ditunjukkan sketsa pelaku yang pada tanggal 31 Juli 2017 ditunjukkan Kapolri Jenderal  Tito Karnavian kepada publik, yaitu seorang pria dengan ciri-ciri tingginya sekitar 167 s/d 170 cm, berkulit agak hitam, rambut keriting, dan badan cukup ramping.

Soal nama jenderal polisi aktif yang pernah disebut-sebut terlibat dalam penyerangan itu, juga tidak disampaikan Novel dalam pemeriksaan sampai terbentuk tim pencari fakta independen.

"Soal nama jenderal yang saya sebut terkait dengan peristiwa-peristiwa teror, saya menyampaikan bahwa itu adalah konsumsi untuk tim gabungan pencari fakta karena kalau saya sampaikan kepada penyidik itu hanya membebani pekerjaan-pekerjaan mereka yang toh juga tidak akan membuat mereka menyelesaikan tugasnya dengan baik. Tim gabungan pencari fakta tentunya tidak melibatkan anggota Polri, tetapi melibatkan profesional, akademisi, dan ahli-ahli lain," jelas Novel.

Ia juga menilai bahwa tidak lagi ada gunanya pembentukan tim gabungan KPK dan Polri, karena peristiwa itu sudah berlalu lebih dari 3 bulan dan tempat kejadian perkara pun sudah rusak.

"Setelah peristiwa ini terjadi lebih dari 3 bulan, seandainya KPK ikut dalam tim itu, KPK-nya bisa berbuat apa? Saya kira waktunya sudah tidak tepat lagi," tegas Novel.

Bila ada tim gabungan pencari fakta yang melibatkan orang-orang lain di luar Polri dan keuntungannya, menurut Novel, Kapolri dapat melihat apakah benar anggota-anggota di bawahnya serius dalam penanganan perkara tersebut.

"Saya juga berharap Bapak Presiden bisa lebih memperhatikan hal ini, lebih bisa melakukan evaluasi terhadap aparatur yang melakukan pekerjaannya, apakah benar melaksanakan perintah Presiden atau tidak? Dengan begitu, kita berharap pemberantasan korupsi bisa dilaksanakan dengan lebih masif, kuat, dan tentunya secara langsung dan tidak langsung bisa memperkuat ekonomi dan juga pembangunan," jelas Novel.

Selain itu, ia juga berharap agar korupsi di Indonesia semakin terkikis dan mafia korupsi tidak lagi mendapat ruang.

"Harapan saya pada waktu-waktu ke depan, korupsi di Indonesia bisa makin lama makin terkikis dan upaya pemberantasan korupsi mendapatkan ruang dan dukungan dari semua termasuk dari pemimpin negara. Dengan begitu, tidak ada lagi ruang bagi mafia-mafia korupsi untuk seenaknya sendiri merampas dan merampok harta kekayaan negara dan masyarakat secara keseluruhan," tandasnya.

 

قالب وردپرس

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Novel Baswedan dan Harapan Mata yang Memerah"

Posting Komentar