Komisi III DPR Kritisi Pembentukan Teritorial KPK
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA â" Rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk unit berbasis wilayah, disoroti anggota Komisi III Ahmad Sahroni.
Sebagai lembaga adhoc atau yang bersifat sementara dan dibentuk lewat amanat reformasi untuk melakukan transisi penegakan hukum, KPK sepatutnya tidak membentuk teritorial hukum sendiri.
Sahroni mengapresiasi rencana pembentukan KPK di tingkat wilayah. Penguatan pencegahan dan pemberantasan korupsi dipandangnya memang harus dilakukan hingga tingkat wilayah.
Namun dia menekankan pentingnya peninjauan dari prespektif sisitem hukum Indonesia, terutama aspek ketatanegaraan dan anggaran belanja negara.
"Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk membentuk Unit Kerja Wilayah, Pertama, KPK perlu membentuk teritorial hukum tetapi dengan catatan hanya bersifat sementara. Kedua, perlu memperhatikan peningkatan pembiayaan dari sisi kegiatan operasional," kata Sahroni kepada wartawan lewat pesan singkat yang diterima, Jumat (22/9/2017).
Menurutnya, konsep pembentukan KPK sejak awal adalah dalam perspektif transisi penegakan hukum, bukan untuk dipermanenkan.
Untuk itu KPK juga harus memperhatikan hubungan dengan lembaga yudikatif sehingga tidak muncul konflik kewenangan yang justru membuat runyam penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Sahroni menambahkan, secara teoritis, KPK merupakan state auxiliary organs, sebuah lembaga diperbantukan yang berkembang di Inggris dan Amerika Serikat.
Sementara Indonesia masih menggunakan kitab hukum dalam perspektif hukum tertulis dengan azas-azas hukum tertentu.
"Amandemen Undang-undang 1945 memang memberikan ruang bagi lembaga seperti KPK untuk menciptakan check and balance. Dalam membangun unit kerja di daerah, KPK juga perlu memperhatikan hubungan dengan lembaga yudikatif sehingga tidak muncul konflik kewenangan yang dapat membuat runyam penegakan hukum tindak pidana korupsi," katanya.
Politikus Partai Nasdem ini menambahkan, perlunya dikembalikan pada tujuan hakikatnya yaitu dibentuk selain untuk menciptakan cara berhukum yang lebih efektif dan diarahkan untuk menyelamatkan keuangan negara.
Dia menilai, berpendapat perlu ada korelasi positif antara peningkatan pendapatan negara dengan aksi operasi tangkap tangan KPK.
"Anggaran KPK pada tahun 2016 sebesar Rp 991,8 miliar, sedangkan pada 2017 berjumlah Rp 734,2 miliar. Jika kita bandingkan, selama enam tahun (periode 2009-2015), sementara KPK hanya berhasil mengembalikan uang korupsi ke kas negara sebesar Rp 728.45 miliar," kata Sahroni.
"Jadi saya kira, masalahnya bukan pada perluasan kewenangan berbasis teritorial tetapi bagaimana KPK dapat memberi solusi pencegahan yang lebih efektif agar keuangan negara dapat diselamatkan dan pendapatakan belanja negara juga mengalami peningkatan," tambahnya.
0 Response to "Komisi III DPR Kritisi Pembentukan Teritorial KPK"
Posting Komentar