Kerupuk Simbol Kemelaratan, 17 Agustus-an Harus Lebih Nasionalis
Suara.com - Sejarawan Indonesia, Asep Kambali, mengatakan, berbagai jenis lomba yang sering dimainkan dalam perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh setiap 17 Agustus malah semakin menjauhkan rakyat Indonesia dengan para pahlawan.
Lelaki yang ikut serta merumuskan sosok pahlawan dalam lembaran rupiah edisi terbaru itupun mengatakan, lomba seperti panjat pinang, balap karung, dan lomba makan kerupuk sudah tidak pantas untuk dimainkan dalam acara-acara perayaan Agustusan.
"Makan kerupuk simbol kemelaratan, sudah tidak pantas lagi kita mainkan. Harus dengan apa? Lomba mirip pahlawan, lomba baca teks book proklamasi, lomba lagu-lagu perjuangan, lomba vlog sejarah, lomba desain, lomba semua yang berhubungan dengan sejarah dan i tu lebih mendekatkan kita dengan bangsa ini," ungkapnya saat ditemui di Kawasan Kota Tua belum lama ini.
Menurutnya, lomba-lomba tersebut sudah tidak ideal lagi untuk dimainkan karena malah membuat masyarakat Indonesia lupa akan esensi kemerdekaan yang mati-matian di perjuangkan oleh para pahlawan."Tidak mungkin kemerdekaan yang kita dapatkan kalau tidak diperoleh dari perjuangan baru pendahulu kita. Oleh sebab itu masa depan juga sama. Masa depan tidak mungkin jadi milik kita, menjadi milik anak cucu kita, kalau tidak kita perjuangkan hari ini," tandasnya.
Sekadar diketahui, setiap memasuki Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, masyarakat memang selalu mengadakan berbagai aneka lomba yang menarik seperti tarik tambang, panjat pinang, lomba makan kerupuk, balap karung hingga lomba kelereng.
Selain bagian dari keseruan, lomba-lomba tersebut juga kerap dimaknai sebagai napak tilas kesengsaraan Bangsa Indonesia yang selama ratusan tahun dijajah oleh bangsa lain.
0 Response to "Kerupuk Simbol Kemelaratan, 17 Agustus-an Harus Lebih Nasionalis"
Posting Komentar